Xanana sempat lolos dari serangan 7 batalyon militer Indonesia di Bunaria

BUNARIA (TOP) – Invasi Indonesia ke Timor-Leste, lebih dikenal sebagai Operasi Seroja, dimulai pada tanggal 7 Desember 1975 ketika militer Indonesia masuk ke Timor-Leste dengan dalih antikolonialisme dan antikomunisme untuk menggulingkan rezim FRETILIN yang muncul pada tahun 1974.

Operasi Seroja adalah invasi Indonesia atas Timor-Leste yang terjadi pada 7 Desember 1975.  Operasi ini dilancarkan sebagai respons atas tindakan Partai FRETILIN yang mendeklarasikan kemerdekaan Republik Demokratik Timor-Leste secara sepihak pada 28 November 1975.

Operasi Seroja disebut sebagai operasi militer terbesar yang pernah dilakukan Indonesia, dengan melibatkan semua unsur angkatan bersenjata, mulai dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).

Presiden Republik Indonesia Soeharto memutuskan sekitar 35.000 militer Indonesia melaksanakan invasi militer di Timor-Leste. Pasukan 35.000 telah di pimpin oleh Jenderal M. Panggabean, Jenderal L. B. Moerdani, Letjend. Surodikoro Soebandi, dan Admiral Soedomo.

Panglima perang FALINTIL, Kay Rala Xanana Gusmão sedang memeriksa barisan anggota FALINTIL di Aileu./Net.

Pertempuran ini diperkirakan menewaskan sekitar 100.000-180.000 korban jiwa yang terdiri dari tentara dan warga sipil.

Menurut berbagai sumber bahwa, Operasi Seroja di Timor-Leste, sekitar16 prajurit Kopassus gugur saat merebut kota Dili pada hari pertama.

Dan sekitar 3.000 prajurit TNI gugur dalam Operasi Seroja. Belum terhitung berbagai bentuk pengorbanan lainnya. Pertempuran ini diperkirakan menewaskan sekitar 100.000-180.000 korban jiwa yang terdiri dari tentara dan warga sipil.

Saat invasi, Kay Rala Xanana Gusmão adalah seorang tentara Portugis angkatan darat dengan pangkat kopral sedang bertugas di Atabae. Dan kemudian hendak ke Gleno, Ermera tetapi tidak sempat karena Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sudah menuduki Tibar.

Pada tanggal 31 Desember 1975, wakil Presiden Nicolau dos Reis Lobato memangil Xanana dan Juvinal Inacio Sera Key melakukan rapat singkat di salah satu gedung sekolah dasar di Laulara untuk menginformasikan tentang serangan dari ABRI.

Setelah rapat itu, Xanana menemani Nicolau Lobato menuju ke Same-Manufahi. Karena musuh terus melancarkan serangan besar akhirnya Nicolau Lobato memberi pesan kepada Xanana untuk tetap melanjutkan perang ini sebelum dia tewas di gunung Mindelo, Turiscai-Same pada tanggal 31 Desember 1978.

Masyarakat sipil yang turun dari gunung Matebian pada tahun 1978./Net.

Xanana menyatakan selama dalam masa perang, ia dengan serdadunya selalu mengalami berbagai kesulitan dan selalu melangkahi ribuan mayat-mayat sipil yang terbentang di atas tanah di berbagai pelosok Timor-Leste. Dan juga mengakibatkan para serdadu FALINTIL saling berpisah-pisah melakukan perlawanan sesuai inisiatif mereka.

Xanana juga menyaksikan langsung ratusan penduduk dan sejumlah komandan FALINTIL yang gugur saat operasi bergabung yang dinamakan Operasi Pengepungan dan Pemusnahan (operação cerco e aniquilamento) oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada akhir November 1978 untuk mengepung gunung Matebian.

Pasukan FALINTIL./Net.

Operasi yang membunuh ratusan orang baik anggota pasukan FALINTIL maupun orang sipil yang tidak bersalah membuat Xanana dan beberapa anggota Detasemen Penghubung FALINTIL harus mundur dan bersembunyi didalam semak belukar dan gua di wilayah Lautem. Hanya ada tiga (3) anggota Commite Central da FRETILIN (CCF) yang hidup yaitu Kay Rala Xanana Gusmão, Mauhuno dan Tchai.

Pada tahun 1980-an, Xanana mulai membentuk gerakan bawah tanah (movimento de clandestina) dari Mehara-Lospalos hingga ke seluruh territorial nasional untuk membangun kembali kekuatan melawan pasukan ABRI saat itu.

Dalam konferensi nasional di Maubai pada tanggal 1-8 Maret 1981 yang dipimpin oleh Xanana dan Mauhuno dan dua anggota kader menengah yaitu Bere Malae Laka dan Mauhudo untuk melakukan evaluasi tetang situasi perang yang sedang berlangsung. Konferensia nasional ini telah dihadiri oleh 59 anggota kader menengah yang datang dari wilayah Ponta-Leste, wilayah tengah, dan perbatasan.

Konferensi ini juga memilih lagi anggota CCF baru sekitar 9 orang seperti, Bere Malae Laka (Federico da Costa), Hari Nere (Adelino Freitas), Hali Natxa (Julio Fereira), Kilik Wae Gae (Reinaldo Freitas), Lere Anan Timur (Tito Cristovão Costa), Mauk Moruk (Paulino Gama), Mau Hudo Ran Kadalak (Jose Amâncio da Costa), Nelio Kadomi Timor (Dinis Carvalho), dan Sakin Nere (Filipe dos Santos).

Komandan Cornelio Gama alias L-7 bersama anggotanya./Net.

Ke Sembilan anggota CCF baru itu juga hampir gugur semua selama perang melawan ABRI di Timor-Leste, dan Lere Anan Timur (Tito Cristovão Costa) yang kini masih hidup.

Sebelum Operasi Pengepunan dan Pemusnahan, Xanana sudah mendapat kekuatan jimat pada Februari 1976 di Marbain-Manatuto dengan menggantikan nama José Alexandre Gusmão ke Kay Rala Xanana Gusmão. Setelah penggantian namanya, ia selalu lolos dari berbagai serangan yang mematikan dari ABRI.

Dari jumlah personil 75 orang di Detasemen Penghubung (Dastacamento Ligação/DESLIN) yang dipimpin langsung oleh Xanana, mayoritas telah gugur satu per satu dalam proses peperangan.

Saat bersembunyi beberapa malam di gunung Ramelau yang kemudian pindah lagi ke gunung Cablaki personilnya hanya terdiri dari 12 orang saja.

“Setelah wartawan Radio ABC Robert Domm mempublikasi berita wawancara dengan saya di Bunaria ini, militer Indonesia dengar dan langsung mengerakan tentara berjumlah 7 batalion menyepung kami selama 7 hari,” Xanana menjelaskan kisahnya kepada para warga suku Soru Kraik-Ainaro, 27 Februari 2023.

Wartawan radio ABC, Robert Domm saat mewawancara Panglima perang FALINTIL, Kay Rala Xanana Gusmão di Bunaria-Ainaro pada akhir tahun 1989./Net.

“Waktu itu saya membawa 12 orang pasukan FALINTIL, dan saat kami mau lari kedalam hutan kopi terjadi perang senjata dengan militer Indonesia dan diantara 12 orang FALINTIL itu hanya tiga orang yang lolos dan masih hidup hingga hari ini. Tiga orang itu adalah saya sendiri, Teofilo de Jesus, dan Alende,” kata Xanana.

Selama pengepunan 7 hari di Bunaria yang terletak di suku Soru Kraik, municipal (kabupaten) Ainaro, jenderal Tri Sutrisno juga membawa helicopter ke tempat itu dengan pengeras suara memanggil Xanana dan pasukannya untuk segera menyerah tetapi ia tidak mau menyerah dan tetap bersembunyi didalam hutan Bunaria.

“Tujuh battalion militer Indonesia mengepung kami selama tujuh hari dan kami sudah merasa sangat lapar tetapi sangat sulit keluar dari tempat persembunyian untuk mencari makanan. Kami melihat seorang bernama Armando “Ramahana” dia bilang kalau kalian ada kepercayaan terhadap tanah air kita yang sakral ini mari kita meminta perlindungan darinya. Dia berdoa dan memohon dalam beberapa menit terjadi awan lebat menutupi militer Indonesia dan kami keluar pergi mencari makanan,” Xanana menyisahkan kembali pengalaman pahitnya.

Wartawan radio ABC, Robert Domm foto bersama pasukan FALINTIL di hutan Bunaria./Net.

Setelah lolos dari pengepunan, Xanana kemudian menggantikan tempat persembunyian di tengah-tengah pos militer Indonesia di Suro Kraik. Ia bersembunyi disebuah lubang yang digali didalam rumah seorang warga Suro Kraik sangat berdekatan dengan sebuah pos militer Indonesia.

Rumah yang dijadikan tempat persembunyian Xanana terbuat dari rumput alang-alang dan dindingnya dibuat dari bebak yang terdiri dari tiga kamar saja. Kamar depan adalah sebuah kios kecil, kamar kedua untuk tuan rumah, dan kamar ketiga untuk anak-anaknya dan Xanana yang tinggal didalam lubang selama tiga bulan.

Dari Suro Kraik, Xanana kemudian memindahkan lagi tempat persembunyiannya. Dengan bantuan almarhum Gilman dos Santos dang seorang polantas Augosto membawa dia pergi bersembunyi di Lahane-Dili sampai ditangkap oleh ABRI pada tanggal 20 November 1992.

Veteran Mauquinta “Lemorai” mengaku bahwa tidak gampang untuk menyembunyikan seorang Xanana dirumahnya pada waktu itu karena letak rumahnya sangat dekat dengan sebuah pos militer Indonesia.

“Kami membawa Maun Boot (Big Brother) Xanana bersembunyi dirumah saya kami sangat takut karena kalau militer Indonesia tahu akan membunuh kami semua. Kami menggali sebuah lubang dirumah ini dan ia bersembunyi didalam selama tiga bulan, dan Alende denga Teofilo bersembunyi dihutan,” Mauquinta menjelaskan.

Veteran Mauquinta “Lemorai”.

“Waktu itu saya membuka sebuah kios kecil di sini dan militer Indonesia yang selalu datang beli rokok, kopi, gula dan lain-lain. Mereka selalu bertanya kepada saya apakah melihat orang FRETILIN, saya selalu menjawab bahwa orang FRETILIN itu tidak baik dan tolong pergi cari bunuh mereka semua termasuk Xanana. Saya bercakap dengan militer Indonesia dengan tubuh gemetar karena percakapan kami didengar semua oleh Xanana didalam lubang”.

Veteran Mauquinta “Lemorai” bersyukur kepada pemerintah karena pada tahun 2015 Xanana dan mantan wartawan radio ABC Robert Domm kembali mengunjungi Bunari dan lubang persembunyiannya yang kemudian dinamakan sebagai Taman Resistensi Xanana Gusmão dan combatants FALINTIL.

Panglima perang FALINTIL, Kay Rala Xanana Gusmão dan wartawan Robert Domm mengunjungi kembali Bunaria pada tahun 2015./Net.

“Saya meminta kepada pemerintah untuk memperbaiki rumah kecil ini karena Xanana telah bersembunyi di lubang ini untuk memperjuangkan negara kit aini sampai merdeka”.

Kay Rala Xanana Gusmão merupakan sosok pemuda gerilyawan yang terlibat dalam pelepasan Timor-Leste dari Republik Indonesia.

Sebelumnya, Xanana berprofesi sebagai, tukang kayu, pelukis, penyair, pemain sepak bola dan wartawan.

Semasa ketergabungannya dengan para pejuang Timor Leste, Ia menjadi pemimpin gerilya selama 20 tahun di dalam hutan dan pegunungan, hingga kemudian tertangkap dan menjalani pemenjaraan politik selama tujuh tahun di LP Cipinang, meski berhasil dibebaskan pada 7 September 1999.

Kay Xanana Gusmão pun disebut – sebut sebagai sosok revolusioner, Pada 1971, Xanana Gusmão bergabung dengan organisasi nasionalis pimpinan José Ramos-Horta peraih nobel perdamaian 1996 dan Presiden Republik Timor-Leste sekarang.

Pada 1975, situasi politik di Timor-Leste memanas dengan konflik horizontal antar 2 faksi, Gusmão pun sempat dipenjarakan oleh faksi lawan pada pertengahan 1975.

Kay Rala Xanana Gusmão tidak tercatat mengenyam pendidikan tinggi, setelah lulus SMA, Ia bekerja serabutan. Saat usia 19 tahun, Ia bertemu Emilia Batista yang dipinangnya pada 1965 dengan karunia 2 orang anak yakni Eugenio dan Zenilda.

Panglima perang FALINTIL, Kay Rala Xanana Gusmão bersama keluarganya./Net.

Lalu pada 1999, Xanana berpisah dengan Emilia dan menikahi Kirsty Sword yang memberikan keturunan bernama Alexander Sword Gusmão, Kay Olo Sword Gusmão, dan Daniel Sword Gusmão.

Xanana berhasil menduduki bangku presiden perdana Timor-Leste. Ia mendapat banyak penghargaan dari beberapa negara karena pemikirannya tentang kebebasan berpikir.

Ia juga menerbitkan sebuah buku otobiografi berjudul "To Resist, To Win".

Raimundos Oki
Author: Raimundos OkiWebsite: https://www.oekusipost.comEmail: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Xefe Redasaun & Editor

Online Counter